The sheer beauty and extent of the ruins of Pompeii – and the treasures it held secret for almost 2,000 years – have made it the most famous of archaeological sites. Browse here for a glimpse of the surviving art and architecture of the city – which provides fascinating evidence of how life was lived in ancient Roman days.
This is a photograph of the garden of one of the most famous houses in Pompeii, the House of the Vettii. The house is named for its possible owners, the Vettii brothers, whose signet-rings were discovered during the excavations; they are thought to have been freedmen and may have been wine-merchants. The ornate and formal garden would have been glimpsed through the front door of the house, allowing passers-by a glimpse of the wealth and taste of its owners.
The garden was full of marble and bronze statues, 12 of them fountain-heads that spouted water into a series of basins. The garden is enclosed on four sides by an elaborately decorated portico, onto which open a series of rooms that were probably used for entertaining guests.
The excavation of this house heralded a new approach to the archaeological record of Pompeii. The statuary, and some of the household artefacts, that were uncovered were restored to their original contexts within the house, rather than removed to the museum in Naples. The idea was that modern visitors to the town could see what the house would have looked like before it was destroyed by the eruption of AD 79.
Artefak Kuno Dan Pengadilan Internasional
Dikutip dari :Warta Kota
Dikutip dari :Warta KotaDjulianto Susantio
Pada 2002 sebuah pengadilan di Austria memerintahkan penyitaan benda-benda seni yang pernah dirampas tentara Nazi dari kaum Yahudi. Salah satunya adalah koleksi seorang Yahudi Austria yang meninggal di kamp konsentrasi Cekoslowakia. Banyaknya tidak kurang dari 800 lukisan dan sejumlah artefak kuno. Barang-barang itu kemudian dikembalikan ke negara asalnya. Masih di tahun yang sama sejumlah benda berharga peninggalan Pharao yang pernah dicuri tahun 1992 lalu dan kemudian berada di AS, dikembalikan ke Mesir setelah melalui proses pengadilan di New York. Benda yang dikembalikan itu antara lain sebuah plakat berukuran 70 cm x 120 cm, berasal dari sebuah kerajaan tua masa 2613 – 2181 SM. Pada 1990-an seorang kolektor Jepang membeli barang-barang peninggalan Napoleon dari sebuah balai lelang. Karena dia tahu barang-barang tersebut merupakan hasil curian, maka dia menghibahkannya kepada pemerintah Prancis, tempat asal benda-benda tersebut.
Selanjutnya pada 2009 Cai Ming-chao, seorang konglomerat Cina, menang lelang atas dua patung perunggu kuno dari Balai Lelang Christie di Prancis. Harga kedua artefak itu $36 juta. Namun Cai tidak mau membayar karena dia tahu kedua benda itu adalah barang bersejarah milik Cina yang dicuri oleh tentara Inggris dan Prancis dalam Perang Candu 1860. Sebuah ‘pelajaran berharga’ kepada para ‘penadah’ telah dilakukan oleh Cai. Sebenarnya pemerintah Cina sudah berusaha keras mencegah barang curian tersebut dijual, namun pihak Christie mengabaikannya.
Ilegal
Di satu sisi, orang melihat pencurian, dalam hal ini termasuk perampasan oleh tentara militer asing, adalah perbuatan ilegal. Karena itu keputusan pengadilan setempat untuk menyita dan mengembalikan artefak ke negara asalnya, dianggap merupakan keputusan yang tepat.
Di lain sisi, orang (dalam hal ini balai lelang) memandang sebaliknya. Tidak peduli apakah barang itu legal atau ilegal, yang penting laku terjual dalam pelelangan. Kepentingan bisnis jelas berada di atas kepentingan lainnya.
Namun karena terbentur oleh kode etik, maka pemilik sebenarnya dari benda-benda ilegal itu sulit dilacak. Balai lelang benar-benar memegang kerahasiaan sang pemilik. Tidak heran karena aturan seperti itu, maka mata rantai transaksi benda-benda antik tetap berjalan hingga kini.
Diketahuinya benda-benda ilegal yang dijual balai lelang tentu saja adalah berkat kejelian kurator atau kolektor, berdasarkan katalogus yang dikeluarkan balai lelang bersangkutan. Dari sini bisa terjadi saling koreksi. Misalnya balai lelang akan menarik lot dari daftar bila materi lelang dianggap meragukan atau mendapat tentangan masyarakat. Namun, pemilik sah (misalnya museum atau negara, bila benda tersebut berasal dari suatu candi) tetap saja harus gigit jari karena barang tersebut tidak bakalan langsung kembali ke tangan.
Sekadar gambaran, kita pernah mengalami pukulan hebat ketika tahun 1980-an barang-barang berharga yang diduga berasal dari perairan Nusantara, dicuri Hatcher dan sindikatnya. Dalam suatu lelang di Belanda, barang-barang curian itu laku terjual jutaan dollar. Kita pernah protes keras tetapi tidak digubris balai lelang itu. Bahkan tahun 2005 kita digemparkan oleh rencana lelang arca Aksobhya di AS. Arca kuno tersebut diduga merupakan barang curian dari Candi Borobudur. Memang kemudian barang tersebut batal dilelang, entah bagaimana kabar arca itu sekarang.
Kerja sama
Sebenarnya pencurian artefak-artefak kuno sudah berlangsung sejak lama. Salah satu motif pencurian, penyelundupan, dan perbuatan negatif lainnya adalah mencari keuntungan finansial sebesar-besarnya.
Di Indonesia pencurian artefak-artefak kuno sudah demikian parah dan terjadi sejak 1960-an seiring meningkatnya kegiatan pariwisata. Tentu kita masih ingat kasus arca kudhu dari Candi Bhima. Hanya beberapa lama setelah kepalanya dipenggal, tahu-tahu artefak tersebut sudah diperdagangkan di Singapura.
Nasib kita sama seperti Kamboja. Ketika terjadi Perang Indochina dan perang saudara di sana, berbagai benda purbakala dicuri dari Candi Angkor. Oleh para pemberontak, benda-benda tersebut dijual ke Thailand dan ditukar dengan senjata. Ternyata setelah itu berpindah ke art-art gallery di mancanegara. Bahkan ditawarkan melalui internet dan balai-balai lelang.
Kini berbagai benda curian itu justru sudah menjadi koleksi museum-museum Eropa. Nah, hal demikian semakin menambah ruwet masalah kepemilikan. Pihak museum merasa sah karena membeli koleksi tersebut dari balai lelang ternama. Pemilik asal benda tersebut justru menganggap museum sebagai penadah barang curian.
Mengingat salah satu sarana efektif untuk melakukan bisnis haram itu adalah balai lelang, tentunya harus ada aturan untuk mengawasi transaksi tersebut. Karena hal ini menyangkut aktivitas internasional, maka pihak UNESCO harus memperhatikan hal demikian.
Aturan hukum perlu dibuat bersama oleh tiga institusi, yakni UNESCO, balai lelang, dan pengadilan internasional. Kalau aturan hukum sudah jelas, diyakini aktivitas pencurian artefak-artefak kuno semakin berkurang. Tragisnya, korban terbesar kasus negatif ini ternyata adalah negara-negara jajahan dan negara-negara yang kalah perang. Kalau aturan hukum belum jelas, sampai kapan pun negara-negara seperti ini, termasuk Indonesia, harus gigit jari menerima kenyataan pahit.***
Petra (dari πέτρα petra, “batu” dalam bahasa Yunani; bahasa Arab: البتراء, al-Bitrā) adalah sebuah situs arkeologikal di Yordania, terletak di dataran rendah di antara gunung-gunung yang membentuk sayap timur Wadi Araba, lembah besar yang berawal dari Laut Mati sampai Teluk Aqaba. Petra adalah kota yang didirikan dengan memahat dinding-dinding batu di Yordania. Petra berasal dari bahasa Yunani yang berarti ‘batu’. Petra merupakan simbol teknik dan perlindungan. PETRA Yordania (7 Keajaiban Dunia Baru)
Petra adalah kota yang didirikan dengan memahat dinding-dinding di batu di Yordania. Petra adalah kata dari bahasa Yunani yang berarti “batu”.
Petra merupakan symbol teknik dan perlindungan. Kata ini merujuk pada bangunan kotanya yang terbuat dari batu-batu di Wandi Araba, sebuah lembah bercadasdi Yordania. Kota ini didirikan dengan mengali dan mengukir cadas setinggi 40 meter.
Petra merupakan ibukota kerajaan Nabatean. Didirikan pada 9SM-40M oleh Raja Aretas IV sebagai kota kubu yang sulit untuk ditembus musuh dan aman dari bencana alam seperti badai pasir.
Nabatean membangun petra dengan sisitem pengairan yang luar biasa rumit. Terdapat terowongan air dan bilik air yang menyalurkan air bersih ke kota, sehingga mencegah banjirmedadak. Mereka juga memiliki teknologi hidrolik untuk mengangkat air. Terdapat juga sebuah teater yang mampu menampung 4.000 orang. Hari ini, Istana Makan Hellenitis yang memilik tinggi 42 meter masih berdiri impresif disana. PETRA Yordania (7 Keajaiban Dunia Baru)
Petra yang bisa ditempuh sekitar 3-5 jam perjalanan darat dari kota Amman, Yordania, dulu adalah ibukota suku Nabatean, salah satu rumpun bangsa Arab yang hidup sebelum masuknya bangsa Romawi.
Sebenarnya, asal usul suku Nabatean tak diketahui pasti. Mereka dikenal sebagai suku pengembara yang berkelana ke berbagai penjuru dengan kawanan unta dan domba.
Warga Petra awal adalah penyembah berhala. Dewa utama mereka adalah Dushara, yang disembah dalam bentuk batu berwarna hitam dan berbentuk tak beraturan. Dushara disembah berdampingan dengan Allat, dewiArab kuno. Mereka sangat mahir dalam membuat tangki air bawah tanah untuk mengumpulkan air bersih yang bisa digunakan saat mereka bepergian jauh. Sehingga, di mana pun mereka berada, mereka bisa membuat galian untuk saluran air guna memenuhi kebutuhan mereka akan air bersih. Di akhir abad ke-4 Sebelum Masehi, berkembangnya dunia perdagangan membuat suku Nabatean memberanikan diri mulai ikut dalam perdaganan dunia. Rute perdagangan dunia mulai tumbuh subur di bagian selatan Yordania dan selatan Laut Mati. Mereka lalu memanfaatkan posisi tempat tinggal mereka yang strategis itu sebagai salah satu rute perdagangan dunia. Suku Nabatean akhirnya bisa menjadi para saudagar yang sukses, dengan berdagang dupa, rempah-rempah, dan gading yang antara lain berasal dari Arab bagian selatan dan India timur.
Letak yang strategis untuk mengembangkan usaha dan hidup, serta aman untuk melindungi diri dari orang asing itulah alasan suku Nabatean memutuskan untuk menetap di wilayah batu karang Petra. Untuk mempertahankan kemakmuran yang telah diraih, mereka memungut bea cukai dan pajak kepada para pedagang setempat atau dari luar yang masuk ke sana. Suku Nabatean akhirnya berhasil membuat kota internasional yang unik dan tak biasa.
Makam Obelisk Petra
Tampak Depan Gedung Petra
Pada awalnya Petra dibangun untuk tujuan pertahanan. Namun belakangan, kota ini dipadati puluhan ribu warga sehingga berkembang menjadi kota perdagangan karena terletak di jalur distribusi barang antara Eropa dan Timur Tengah. Pada tahun 106 M, Romawi mengakuisisi Petra, dan memperlemah jalur perdagangannya. Sekitar tahun 700 M, sistem hidrolik dan beberapa bangunan utamanya hancur menjadi puing. Petra pun mulai terlupakan.
Barulah pada tahun 1812, petualang Swiss, Johann Burckhardtmemasuki kota itu dengan menyamar sebagai seorang muslim. Popularitas Petra kembali mencuat di zaman moderen, dikenang sebagai simbol teknik dan pertahanan.
PETRA Yordania (7 Keajaiban Dunia Baru)
Petra di Yordania, adalah situs purbakala. Petra dikelilingi gunung. Di sini ada gunung setinggi 1.350 meter dari permukaan laut. Inilah kawasan tertinggi di areal ini yang disebut Gunung Harun (Jabal Harun) atau Gunung Hor atau El-Barra.
Gunung Harun paling sering dikunjungi orang. Para pengunjung percaya, di puncak Jabal Harun inilah, Nabi Harun meninggal dan dimakamkan oleh Nabi Musa.
Di abad ke-14 Masehi, sebuah masjid dibangun di sini dengan kubahberwarna putih yang terlihat dari berbagai area di sekitar Petra. Harun tiba di wilayah Yordania sekarang ketika mendampingi Nabi Musa membawa umatnya keluar dari Mesir dari kejaran Raja Firaun.
Di abad ke-1 Sebelum Masehi, Kerajaan Nabataea yang kaya dan kuat, menjangkau wilayah Damaskus di utara dan Laut Mati di selatan. Saat itu, Petra telah didiami sekitar 30 ribu penduduk. Di masa itulah dibangun kuil agung. Tahun 100-an Masehi, Romawi pernah menguasai wilayah ini. Arsitektur di Petra pun terpengaruhi arsitektur Romawi. Pada 600 Masehi di Petra terdapat bangunan gereja. Abad ke-7 Masehi, Islamhadir, dan pada abad ke-14, makam Nabi Harun di Jabal Harun menjadi tempat berziarah penganut Yahudi , Kristen dan Islam.
Saat berusia 10 tahun, Nabi Muhammad S.A.W bersama pamannya pernah mengunjungi gunung ini.
Setelah Perang Salib di abad ke-12, Petra terlupakan selama lebih dari 500 tahun (lost city). Hanya penduduk lokal (suku Badui) di wilayah Arab yang mengenalnya.
Referensi:
7 Keajaiban Dunia Baru: adalah tempat/obyek di dunia yang merupakan keajaiban pilihan dari 100 juta orang di seluruh dunia lewat situs internet dan pesan singkat (SMS) telepon seluler, yang diadakan oleh Swiss Foundation yang bernama The New7Wonders Foundation berkolaborasi dengan beberapa badan/yayasan dunia lainnya. Terpilihnya tujuh keajaiban dunia diumumkan di Lisbon, Portugal, pada tanggal 7 Juli 2007.
Sumber : www.new7wonders.com, www.maitreya.or.id/forums, dari berbagai sumber
Padang Pasir
Di mana kemungkinan tempat
Kota Urkesh Berada.
Foto: Kompas
Seri Arkeologitaken from: Kompas 14 Mei 2006
Di mana Letak Kota Tua Urkesh?
Di mana Letak Kota Tua Urkesh?Selama lebih dari 12 tahun dua arkeolog California memburu mitologi mengenai kota yang hilang, Urkesh. Kota ini merupakan pusat kebudayaan orang Hurrian yang berkembang pada tahun 2.300-3.300 S>M. Pada tahun 1995 dua arkeolog itu menggali sebuah rumah penyimpanan kecil dan menemukan lebih dari 600 potong artefak yang berhubungan dengan kota tersebut sehingga memecahkan misteri yang membingungkan para peneliti selama berabad-abad.
Giorgio Buccellati dan Marilyn Kelly, pasangan suami istri dari UCLA dan California State University, menemukan Urkesh di bawah Tell Mozan ‘ kota modern 400 mil barat laut Damascus, Suriah- di dekat jalur perdagangan kuno di Timur Tengah. Kota milik orang Hurrian itu dulunya menjadi pusat kawasan perdagangan yang sekarang berada di Suriah dan Turki. Urkesh juga diyakini merupakan tempat dewa orang Hurrian, Kumarbi.
Artefak-artefak yang ditemukan para peneliti berbentuk stempel dan silinder yang digunakan untuk membuat cetakan di atas lempung basah, seperti tanda tangan untuk menunjukkan kepemilikan barang-barang. Banyak stempel kuno menunjukkan pemiliknya adalah ratu di Urkesh, yang sebelumnya tak dikenal, bernama Ugnitum. Ini menunjukkkan Ratu Ugnitum memiliki kekuasaan sendiri yang cukup besar dan tidak bergantung pada suaminya, sang Raja, sesuatu yang menurut kedua peneliti tersebut mungkin saja terjdi. GEOWEEK ,Kompas 14 Mei 2006
Dikutip dari detiktravel– Selasa, 15/03/2016 16:10 WIB
Foto: Shai Halevy/Israel Antiquities Authority
Galilee – Tak terlintas di benak Laurie Rimon akan menemukan koin emas langka saat hiking di Israel. Koin bergambar Raja Romawi tersebut berusia 2.000 tahun.
Laurie Rimon sedang hiking di sebelah timur Galilee, Israel, saat menemukan koin emas yang masih dalam kondisi baik. Pendaki itu langsung menyerahkannya kepada pihak Israel Antiquities Authority. Rupanya itu bukanlah koin biasa, melainkan benda langka yang berusia sekitar 2.000 tahun.
“Koin ini langka bahkan dalam skala global,” tutur Danny Syon, pakar uang koin dari Israel Antiquities Authority seperti dilansir dari CNN, Selasa (15/3/2016).
Koin emas tersebut bergambar Raja Augustus, pendiri Kerajaan romawi. Augustus berkuasa dari tahun 27 SM sampai 14 Masehi, yakni pada masa-masa hidupnya Yesus. Donald Ariel, kepala kurator Coin Department dari Israel Antiquities Authority menyatakan, koin ini dibuat sebagai tanda pindahnya kekuasaan Augustus kepada Raja Trajan.
Sebelum Laurie Rimon menemukan koin emas ini di Galilee, hanya ada 1 koin serupa yang pernah ditemukan. Koin itu sekarang berada di British Museum, dan jadi salah satu daya tarik wisatawan.
“Tak setiap hari pendaki menemukan objek tidak biasa. Saya harap bisa melihatnya di museum dalam waktu dekat,” tambah Danny Syon. (sst/sst)
Di sekitar tahun 1990-an, sekelompok anak muda aktivis gereja Protestan Perancis yang bernama Les Eclaireurs de France (“penemu jalan”) melakukan pelayanan masyarakat di daerah hutan. Mereka menemukan sebuah gua yang kemudian dinamakan La Grotte des Mayrieres Superieures, di daerah terpencil di bagian selatan Perancis. Gua ini memiliki dinding yang didekorasi secara kasar.
Kelompok anak muda ini segera bekerja membersihkan dinding gua, dimana kemudian mereka menyadari bahwa dekorasi dinding gua tersebut adalah karya seni purba yang dibuat oleh manusia purba sepuluh ribu tahun sebelumnya.
Karena jasa-jasa mereka ini, kemudian mereka mendapatkan penghargaan LG Nobel bidang arkeologi tahun 1992.
Sejumlah lubang gua es La Grotte de glace di Gletser Mer de Glace, di Chamonix-Mont-Blanc, Pegunungan Alpen (11/8). Gua yang berada di lereng Mont Blanc ini memiliki panjang 7 km dengan kedalaman 200 meter.