Candi Borobudur

(Warisan Dunia di Indonesia) 

Candi Buddha Borobudur


Candi Borobudur
Sumber gambar: www.travel-okezone.com

Mempelajari filosofi struktur Candi Borobudur seakan tidak ada habisnya. Monumen kebanggaan Nusantara ini selalu mengundang kekaguman akan kearifan budaya nenek moyang bangsa Indonesia, teknologi tingkat tinggi di masa lalu dipadukan dengan kesakralan wahana. Ratusan pakar arkeologi dari seluruh dunia telah melahirkan ribuan buku dan makalah tentang Candi Borobudur, tetapi terasa belum maksimal, belum bisa menerangkan secara utuh nilai ajaran dari bagian bawah sampai atas.

Struktur Borobudur

Candi BorobudurCandi Borobudur berbentuk punden berundak, yang terdiri dari enam tingkat berbentuk bujur sangkar, tiga tingkat berbentuk bundar melingkar dan sebuah stupa utama sebagai puncaknya. Selain itu tersebar di semua tingkat-tingkatannya beberapa stupa.
Berdasarkan atas tulisan yang terdapat pada kaki tertutup dari Candi Borobudur yang berbentuk huruf Jawa kuno yang berasal dari huruf pallawa, maka dapat diperkirakan tahun berdirinya Candi tersebut, yaitu pada tahun 850 Masehi, pada waktu pulau Jawa dikuasai oleh keluarga raja-raja Sailendra antara tahun 832-900. Jadi umurnya sudah lebih dari 1.000 tahun.Candi itu terdiri dari 2 juta bongkah batu, sebagian merupakan dinding-dinding berupa relief yang mengisahkan ajaran Mahayana. Candi tersebut berukuran sisi-sisinya 123 meter, sedang tingginya termasuk puncak stupa yang sudah tidak ada karena disambar petir 42 m. Yang ada sekarang tingginya 31,5 m. Pada hakekatnya Borobudur itu berbentuk stupa, yaitu bangunan suci agama Buddha yang dalam bentuk aslinya merupakan kubah (separoh bola) yang berdiri atas alas dasar dan diberi payung di atasnya.

Candi itu mempunyai 9 tingkat, yaitu : 6 tingkat di bawah,: "tiap sisinya agak menonjol berliku-liku, sehingga memberi kesan bersudut banyak. 3 tingkat diatasnya:'' berbentuk lingkaran. Dan yang paling atas yang disebut sebagai tingkat ke-10 adalah stupa besar ukuran diametrnya 9,90 m, tinggi 7 m.
Borobudur tidak memiliki ruang-ruang yang dulunya dipakai sebagai tempat memuja seperti candi-candi lainnya. Yang ada ialah lorong-lorong panjang yang merupakan jalan sempit, kedua tepinya dibatasi oleh dinding candi, mengelilingi candi tingkat demi tingkat.
Dari satu tingkat lainnya di empat penjuru terdapat pintu gerbang masuk ke tingkat lainnya melalui tangga. Di lorong-lorong inilah para umat Buddha diperkirakan melakukan upacara berjalan kaki mengelilingi candi ke arah kanan. Upacara itu disebut pradaksima

Menurut Rohaniwan Buddhis ,Architect Salim S.L.Lee
“Para pakar ini melihat Borobudur dari sudut macam-macam, tetapi sampai sekarang belum pernah ada makalah yang menerangkan secara keseluruhan, dari bawah sampai paling atas. Mengapa Borobudur dibuat, sebenarnya apa fungsinya Borobudur itu, ceritanya bagaimana sih?" terang Salim Lee.

Upasaka Salim Lee, telah belajar ajaran Buddha dengan guru-guru besar seperti; Yang Mulia Dalai Lama ke-14, Lama Zopa Rinpoche, Kirti Tsenshab Rinpoche.
Pada tahun 1999, Om Salim diminta oleh Lama Trubten Zopa Rinpoche untuk mengajar dan memberikan bimbingan Dharma di Indonesia.
Sejak itu, beliau menjadi pengajar tetap di Potowa Center, Jakarta hingga kini.
Salim berasal dari kota Semarang,Jawa Tengah. Dan kini nermukim di Perth, Australia Barat. Ia memiliki pelbagai bidang usaha, di antaraya sebagai arsitek, konsultan, kontraktor, pengembangan dan pengelolaan panti jompo. Karena kecintaanya terhadap ajaran Borobudur, dalam kesibukannya mengelola berbagai usaha, Salim Lee rela meluangkan waktu untuk membagikan pengetahuan Borobudur ke berbagai komunitas di Indonesia meskipun harus bolak-balik Australia – Indonesia.

Om Salim tertarik mempelajari Candi Borobudur sejak menjadi mahasiswa S1 Universitas Diponegoro (Undip), Semarang 50 tahun lalu. Selain intensif mempelajari dan meneliti teks-teks Candi Borobudur dan Muarajambi, ia juga serius mempelajari filosofi agama Buddha dan perkembangan sejarah Buddhadharma di Nusantara dan Dunia. “Saya rasa Borobudur ini kok luar biasa sekali ya, semakin kita pelajari, semakin dimengerti akan semakin jatuh cinta. Borobudur ini dibuat ada maksudnya, bukan untuk pamer atau gagah-gagahan raja pembuatnya,” jelasnya. “Jadi, kita akan mempelajari secara lengkap ajaran Borobudur. Mulai dari panel-panel relief paling bawah sampai atas.
Kita akan melihat Borobudur ini pentingnya apa sih keberadaannya, apakah ada bukti-buktinya? Apakah sampai sekarang masih ada efek-efeknya dan kegunaan buat kita-kita ini. Artinya, apakah warisan nenek moyang kita ini masih tetap kita nikmati, kalau ada seperti apa?” jelasnya.

Karena itu, Salim Lee mengajak kepada umat Buddha terutama anak muda untuk lebih serius mempelajari Borobudur. Mempelajari dan mamahami pengetahuan Borobudur menurutnya merupakan salah satu upaya untuk melestarikan Candi Borobudur. “Candi Borobudur adalah bangunan fisik, sekeras apa pun kita menjaga dan melestarikan, batu-batu candi itu suatu saat pasti akan aus dan lama-lama akan hilang. Jadi saya sendiri punya pamrih di sini, pamrihnya supaya ajaran Borobudur ini bisa kita mengerti, kita lestarikan kemudian diteruskan kepada anak cucuk kita,” paparnya. Menurut Sejarawan Dr.J.Gasparis Tingkat-10

Sejarawan Belanda Dr. J.G. Casparis dalam desertasinya untuk mendapat gelar doctor pada tahun. 1950 mengemukakan, bahwa Borobudur yang bertingkat 10 menggambarkan secara jelas terlihat filsafat agama Buddha Mahayana yang disebut Dasabodhisatwabhumi.
Filsafat itu mengajarkan, bahwa setiap orang yang ingin mencapai tingkat kedudukan sebagai Buddha harus melampaui 10 tingkatan Bodhisatwa.
Apabila telah melampaui 10 tingkat itu, maka manusia akan mencapai kesempurnaan dan menjadi seorang Buddha.
Perlu diketahui, bahwa menurut ajaran Buddha Mahaya, diamping Buddha Gautama yang kita kenal dalam sejarah, ada pula tokoh-tokoh Buddha lain-lainnya, masing-masing menurut jamannya, baik di jaman lampau maupun di jaman yang akan datang. Buddha di masa datang kini masih berada di dalam nirvana dan masih bertingkat Bodhisatwa adalah calon Buddha di masa datang.
Dr. J. G. Casparis berpendapat, bahwa sebenarnya Borobudur merupakan tempat pemujaan nenek moyang raja-raja Sailendra, agar nenek moyang mencapai ke-Buddhaan.
Sepuluh tingkat Borobudur itu juga melambangkan, bahwa nenek moyang raja Sailendra yang mendirikan Borobudur itu berjumlah 10 orang. Berdasarkan prasasti Karangtengah bertahun 824 M dan prasati Kahulunan bertahun 824 M. Dr. J.G. Casparis berpendapat bahwa pendiri Borobudur adalah raja Syailendra bernama Samaratungga, sekitar tahun 824. Artefak ini rupanya baru dapat diselesaikan oleh puterinya yaitu Ratu Pramodawardhani.
Sampai saat ini belum ada kata sepakat dsi antara para arkeolog dan sejarawan mengenai sejarah asal-usul candi ini..

Tingkatan - Tingkatan Borobudur
Pada tahun 1929 Prof. Dr. W.F. Stutterheim telah mengemukakan teorinya, bahwa Candi Borobudur itu hakekatnya merupakan tiruan dari alam semesta yang menurut ajaran Buddha terdiri atas 3 bagian besar, yaitu: (1). Kamadhatu; (2). Rupadhatu; dan (3). Arupadhatu.
Bagian kaki melambangkan Kamadhatu, yaitu dunia yang masih dikuasai oleh kama atau nafsu (keinginan) yang rendah, yaitu dunia manusia biasa seperti dunia kita ini.
Rupadhatu, yaitu dunia yang sudah dapat membebaskan diri dari ikatan nafsu, tetapi maish terikat oleh rupa dan bentuk, yaitu dunianya orang suci dan merupakan alam perantara yang memisahkan alam bawah (kamadhatu) dengan alam atas (arupadhatu).
Arupadhatu, yaitu alam atas atau nirwana, tempat para Buddha bersemayam, dimana kebebasan mutlak telah tercapai, bebas dari keinginan dan bebas dari ikatan bentuk dan rupa. Karena itu bagian Arupadhatu itu digambarkan polos, tidak ber-relief.

Patung-patung Dhayani Buddha
Pada bagian Rupadhatu patung Dhayani Buddha digambarkan terbuka, ditempatka di lubang dinding seperti di jendela terbuka. Tetapi dibagian Arupadhatu patung-patung itu ditempatkan di dalam stupa yang ditutup berlubang-lubang seperti didalam kurungan. Dari luar masih tampak patung-patung itu samar-samar.

Cara penempatan patung seperti tersebut rupanya dimaksudkan oelh penciptanya untuk melukiskan wujud samar-samar antara ada dan tiada . sebagai suatu peralihan makna antra Rupadhatu dan Arupadhatu.

Arupa yang artinya tidak berupa atau tidak berwujud sepenuhnya baru tercapai pada puncak dan pusat candi itu yaitu stupa terbesar dan tertinggi yang digambarkan polos (tanpa lubang-lubang), sehingga patung didalamnya sama sekali tidak tampak. Stupa-stupa kurungan patung-patung di bagian Arupadhatu yang bawah bergaris miring, sedang lubang-lubang seperti yang diatasnya bergaris tegak.

Menurut almarhum Prof. Dr. Sucipta Wirjosaputro lubang-lubang seperti tersebut merupakan lambang tentang proses tingkat-tingkat lenyapnya sisa nafsu yang terakhir.

Lubang-lubang yang bergaris miring (lebih rendah dari lainnya) menggambarkan, bahwa di tingkat itu masih ada sisa-sisa dari nafsu, sedang pada tingkat di atasnya yang bergaris tegak menggambarkan nafsu itu telah terkikis habis, dan hati pun telah lurus.

Reliefnya panjang 3 km; arcanya 505 buah .Relief pada dinding-dinding candi Borobudur itu menurut Drs. Moehkardi dalam intisari jumlahnya ada 1460 adegan, sedang relief yang dekoratief (hiasan) ada 1212 buah. Panjang relief itu kalau disambung-sambung seluruhnya dapat mencapai 2.900 m, jadi hampir 3 km.
Jumlah arcanya ada 505 buah, terdiri dari : -Tingkat ke-1 Rupadhatu ditempat arca-arca Manushi Budha sebanyak 92 buah; -Tiga tingkat selebihnya masing-masing mempunyai 92 buah arca Dhyani Buddha; -Tingkat di atasnya mempunyai 64 arca Dhyani Buddha.
Selanjutnya di tingkat Arupadhatu terdapat pula arca-arca Dhyani Buddha yang dikurung dalam stupa, masing-masing tingkat sebanyak : 32, 24 dan 16 jumlah 72 buah.
Akhirnya di stupa induk paling atas, dahulunya terdapat pula sebuah patung Sang Adhi Buddha, yaitu Buddha tertinggi dalam agama Buddha Mahaya. Maka julah seluruhnya adalah 3 x 92 buah jumlah 432 + 64 + 1 = 505 buah.

Permainan angka yang mengagumkan.
Drs. Moehkardi mengemukakan adanya permainan angka dalam Candi Borobudur yang amat mengagumkan, sebagai berikut :
Jumlah stupa di tingkat Arupadhatu (stupa puncak tidak di hitung) adalah: 32, 24, 26 yang memiliki perbandingan yang teratur, yaitu 4:3:2, dan semuanya habis dibagi 8.
Ukuran tinggi stupa di tiga tingkat tsb. Adalah: 1,9m; 1,8m; masing-masing bebeda 10 cm. Begitu juga diameter dari stupa-stupa tersebut, mempunyai ukuran tepat sama pula dengan tingginya : 1,9m; 1,8m; 1,7m.
Beberapa bilangan di borobudur, bila dijumlahkan angka-angkanya akan berakhir menjadi angka 1 kembali. Diduga bahwa itu memang dibuat demikian yang dapat ditafsirkan : angka 1 melambangkan ke-Esaan Sang Adhi Buddha.
Perhatikan bukti-buktinya dibawah ini :
Jumlah tingkatan Borobudur adalah 10, angka-angka dalam 10 bila dijumlahkan hasilnya : 1 + 0 = 1. Jumlah stupa di Arupadhatu yang didalamnya ada patung-patungnya ada : 32 + 24 + 16 + 1 = 73, angka 73 bila dijumlahkan hasilnya: 10 dan seperti diatas 1 + 0 = 10.
Jumlah patung-patung di Borobudur seluruhnya ada 505 buah. Bila angka-angka didalamnya dijumlahkan, hasilnya 5 + 0 + 5 = 10 dan juga seperti diatas 1 + 0 = 1. Sang Adhi Buddha dalam agama Buddha Mahaya tidak saja dianggap sebagai Buddha tertinggi, tetapi juga dianggap sebagai Asal dari segala Asal, dan juga asal dari keenam Dhyani Buddha, karenanya ia disebut sebagai "Yang Maha Esa". Demikianlah keindahan Borobudur sebagai yang terlihat dan yang terasakan, mengandung filsafat tinggi seperti yang tersimpan dalam sanubari bangsa Timur, khususnya bangsa kita.

Menurut Romo Muji
“Jauh sebelum Bhinneka Tunggal Ika. Toleransi telah dimulai dari Borobudur, relief Gandawyuha.” Romo Mudji, SJ Pendapat tersebut disampaikan oleh Romo Mudji di sela-sela konferensi pers Borobudur Writers & Cultural Festival (BWCF) 2017 pada Selasa, (14/11) berlokasi di Tjikini Lima Restaurant & Cafe. Jl. Cikini 1 No.5. Menteng. Jakarta Pusat.
BWCF merupakan sebuah festival tahunan yang diselenggarakan oleh Samana Foundation, sebagai wahana berupa pertemuan bagi para penulis dan pekerja kreatif serta aktivis budaya pada umumnya dalam kerangka dialog lintas batas dan pemahaman interkultural yang berbasis pada pengembangan dan perluasan pengetahuan atas berbagai khazanah sehingga para kreator budaya maupun masyarakat yang hidup dalam budaya-budaya tersebut dapat memanfaatkan segala khazanah yang ada sesuai dengan kebutuhan aktualnya. Ada 460 buah panel Relief Gandawyuha yang dipahatkan pada dinding lorong dua dan tiga Borobudur jarang sekali didiskusikan secara serius. Padahal relief ini berbicara tentang hal yang sangat relevan di tengah kecenderungan fanatis dan intoleransi agama saat ini. Relief ini berbicara tentang kisah pencarian kebenaran tertinggi. Sesuatu yang ada dalam semua agama dan tradisi-tradisi besar dunia kerohanian mana pun. BWCF menganggap bahwa pencarian ketuhanan dalam kisah Gandawyuha ini sangat universal dan mencerminkan tingkat toleransi agama yang tinggi. Kisah Gandawyuha bahkan bisa membuktikan bahwa antara Borobudur dan Prambanan tidak terjadi kompetisi atau persaingan religi. Festival ini akan dihelat pada 23-25 November 2017. Diawali di Hotel Grand Inna Malioboro dan berlanjut di Hotel Manohara, pentas seni di Taman Aksobya, Lapangan Kenari di kompleks Candi Borobudur, Magelang serta diakhiri di Hotel Royal Ambarrukmo, Yogyakarta. Menurut Sudiarto, Ketua Sudimuja, sebuah lembaga yang mendedikasikan diri mengungkap Muarajambi sebagai pusat kebudayaan Buddha. Ia menuturkan, “Pada puncak Candi Borobudur, stupa-stupa mewakili batin makhluk yang tercerahkan.” Untuk pertama kalinya Gandawyuha akan dibahas secara khusus dalam sebuah seminar. Gandawyuha adalah cerita yang terpatri di relief lorong ke 2, 3, dan ke 4 Candi Borobudur yang merupakan sutra besar Agama Buddha Mahayana dan menjadi inti dari Borobudur yang berkisah tentang kemajemukan religi, toleransi dan pluralisme agama yang tinggi. TRILOGI

Kapan Borobudur didirikan secara pasti belum ditemukan datanya. Dari Prasasti Karangtengah bertahun 824 M maupun Prasasti Sri Kahulungan bertahun 842 menyebutkan bahwa ada tiga buah candi yang didirikan untuk mengagungkan kebesaran Buddha, yaitu Mendut, Pawon dan Borobudur.

Bangunan yang dimaksud adalah Candi Mendut yang didirikan oleh Pramudyawardani, Candi Pawon yang didirikan oleh oleh Indra dan Borobudur yang didirikan oleh raja dari dynasti Syailendra bernama Samaratungga. Tak pasti kronologi urutan dibangunnya ketiga candi ini, namun ketiganya memiliki keterikatan yang satu dengan yang lainnya.

Dari relief yang ada, Candi Mendhut didirikan untuk memperingati khotbah pertama Sang Buddha. Pada dinding itu jelas ditawarkan alternatif yang boleh dipilih oleh pengikut Sang Buddha, yaitu hidup meninggalkan keduniawian sebagai bhikkhu (pertapa) atau hidup dalam keduniawian demi kesejahteraan sesama menampilkan kemakmuran bagi bangsa dan negara. Buddha mengajarkan pemilihan termaksud dengan konsekwensi yang pasti dan jelas. Untuk mengetahui lebih mendalam tentang kehidupan hingga tercapainya Nibbana (Nirvana), maka di Borobudur dijelaskan secara rinci, dari kehidupan penuh nafsu, melalui kelahiran demi kelahiran baik dalam alam binatang, alam dewa atau pun alam manusia hingga akhirnya tidak ada kelahiran lagi yang dinamakan Nibbana itu.
Tetapi untuk mengetahui lebih mendalam akan makna yang tercantum pada dinding Borobudur, batin kita hendaknya dimatangkan dulu di Candi Pawon. Demikianlah makna perjalan ziarah agama Buddha menuju Borobudur. Dari Mendhut, menyinggahi Pawon menuju Borobudur, bukannya sebaliknya dari yang termegah menuju awal mencari dharma. Ini juga dapat digambarkan kehidupan kita, mula-mula mencari pegangan hidup, memilih diantara alternatif yang tersedia kemudian melalui pendadaran yang penuh sepi dan keprihatinan untuk mencapai kejayaan. Ketiganya terletak pada satu garis lurus dari timur menuju barat.

Relief Borobudur

Semua relief yang ada pada dinding Candi Borobudur, orientasinya dimulai dari Gerbang Timur. Pada lantai pertama, segera membelok ke kiri berjalan searah jarum jam yang disebut pradaksina . Sebagai relief pertama dilukiskan ketika Sang Bodhisatta (Bodhisatva) berada di Nirvana Tusita, dibimbing oleh deva ketika akan lahir sebagai manusia. Barulah pada dinding ke 13 dilukiskan ketika Permaisuri Maya bermimpi seekor gajah masuk ke dalam rahimnya sebagai pertanda akan melahirkan putra mahkota pada usia lanjut.

Mengelilingi dinding pertama hingga pada ujung Gerbang Timur lagi dilukiskan ketika Sang Buddha membabarkan dhamma (dharma) untuk pertama kali dihadapan lima orang pertapa di Taman Isipatana. Kisah kehidupan ini disebut Lilitavistatara.

Membaca relief lantai kedua sampai dengan lantai keempat secara pradaksina dapat disaksikan penggambaran ketiga Sang Bodhisatta tumimbal lahir sebelum kelahirannya yang teakhir sebagai manusia Siddhattha (Siddhartha). Himpunan cerita ini ada yang melukiskan ketika hidup sebagai kelinci, gajah, manusia bahkan dewa. Cerita ini diambil dari kitab kelima dari Sutta Pitaka, bagian dari Khudaka Nikaya yang disebut Jataka. Cerita dari Jataka ini sangat disukai oleh anak-anak beragama Buddha, dan menjadikannya berkeyakinan akan adanya tumimbal lahir sebelum tercapainya Nibbana.

Mulai lantai kelima hingga ketujuh dindingnya tidak berelief. Kalau empat lantai sebelumnya berbentuk bujursangkar, tiga lantai tanpa relief yang disebut Arupa-Datu berbentuk lingkaran. Bagian kesembilan adalah stupa induk. Masih ada lagi satu lantai basement (bawah tanah) yang hanya dibuka sedikit, disebut Kama-Datu, menggambarkan memenuhan nafsu. Empat lantai berrelief oleh ahli sejarah disebut Rupa-Datu. Itulah sebabnya Borobudur disebut juga bangunan suci sepuluh tingkat.

Borobudur yang bertingkat sepuluh menggambarkan secara jelas filosofi Budhisme sangha Mahayana. Filsafat itu mengajarkan bahwa setiap orang/mahluk yang mengabdikan diri bagi kemanusiaan dan sesama mendapat julukan Bodhisattva, yang menempuh proses 10 tahapan. Apabila telah melampaui semua tingkat itu, manusia akan mencapai kesempurnaan (moksa).
Bagian kaki Borobudur melambangkan Kamadhatu, yaitu dunia yang masih dikuasai oleh kama atau "nafsu rendah". Bagian ini sebagian besar tertutup oleh tumpukan batu yang diduga dibuat untuk memperkuat konstruksi candi. Hanya sebagian kecil dibuka sehingga orang dapat melihat relief bagian ini.

Empat lantai dengan dinding berelief di atasnya oleh para ahli dinamakan Rupadhatu. Lantainya berbentuk persegi. Rupadhatu adalah bagian dunia yang sudah dapat membebaskan diri dari nafsu, tetapi masih terikat oleh rupa dan bentuk. Intinya, dunia bagi orang-orang yang masuk alam antara yakni alam bawah dan alam atas. Pada bagian Rupadhatu ini patung Buddha digambarkan secara terbuka. Patung ditempatkan di ceruk dinding yang menyerupai jendela. Mulai lantai kelima hingga ketujuh dindingnya tidak berelief yang disebut Arupadhatu. Lantainya berbentuk lingkaran. Aruphadatu, alam atas atau nirvana, adalah tempat Buddha bersemayam. Kebebasan mutlak telah tercapai yakni bebas dari keinginan dan ikatan bentuk dan rupa. Karena itu, bagian Aruphadatu digambarkan polos, tidak berelief. Patung-patung Buddha ditempatkan di dalam stupa yang ditutup berlubang-lubang seperti dalam kurungan. Dari luar masih tampak patung-patung itu samar-samar.

Stupa-stupa di Borobudur.Strata Arupa (yang berarti tidak berupa atau tidak berwujud) menggambarkan ketiadaan wujud pada puncak candi berupa stupa terbesar dan tertinggi. Stupa digambarkan polos tanpa lubang-lubang. Di dalam stupa tertinggi diduga di dalamnya terdapat patung Adibuddha yang diduga berupa sebuah patung yang terlihat rusak dan usang. Tidak jelas kabar patung ini kemudian, ada yang meletakkan di luar candi karena dikatakan "benda gagal", diletakkan di museum yang tidak jelas museumnya, ada pula yang mengatakan dibawa ke luar negeri (Belanda?) karena beberapa (lima) patung Buddha bersama dengan 30 batu dengan relief, dua patung singa, beberapa batu berbentuk kala, tangga dan gerbang dikirimkan kepada Raja Thailand, Chulalongkorn yang mengunjungi Hindia Belanda (kini Indonesia) pada tahun 1896 sebagai hadiah dari pemerintah Hindia Belanda ketika itu. Borobudur tidak memiliki ruang-ruang pemujaan seperti candi-candi lain. Yang ada ialah lorong-lorong panjang yang merupakanjalan sempit. Lorong-lorong dibatasi dinding mengelilingi candi tingkat demi tingkat. Di lorong-lorong inilah umat Buddha diperkirakan melakukan upacara berjalan kaki mengelilingi candi ke arah kanan. Struktur Borobudur bila dilihat dari atas membentuk struktur mandala. Relief Di setiap tingkatan dipahat relief-relief pada dinding candi. Relief-relief ini dibaca sesuai arah jarum jam atau disebut mapradakṣiṇa dalam bahasa Jawa Kuna yang berasal dari bahasa Sansekerta dakṣiṇa yang artinya ialah timur. Relief-relief ini bermacam-macam isi ceritanya, antara lain ada relief-relief tentang wiracarita Ramayana. Ada pula relief-relief cerita jātaka. Tahapan pembangunan Borobudur Tahap pertama Masa pembangunan Borobudur tidak diketahui pasti (diperkirakan antara 750 dan 850 M). Pada awalnya dibangun tata susun bertingkat. Sepertinya dirancang sebagai piramida berundak. tetapi kemudian diubah. Sebagai bukti ada tata susun yang dibongkar. Tahap kedua Pondasi Borobudur diperlebar, ditambah dengan dua undak persegi dan satu undak lingkaran yang langsung diberikan stupa induk besar. Tahap ketiga Undak atas lingkaran dengan stupa induk besar dibongkar dan dihilangkan dan diganti tiga undak lingkaran. Stupa-stupa dibangun pada puncak undak-undak ini dengan satu stupa besar di tengahnya. Tahap keempat Ada perubahan kecil seperti pembuatan relief perubahan tangga dan lengkung atas pintu.

Kronika Penemuan dan pemugaran Borobudur
1814 - Sir Thomas Stamford Raffles, Gubernur Jenderal Britania Raya di Jawa, mendengar adanya penemuan benda purbakala di desa Borobudur. Raffles memerintahkan H.C. Cornelius untuk menyelidiki lokasi penemuan, berupa bukit yang dipenuhi semak belukar.
1873 - monografi pertama tentang candi diterbitkan.
1900 - pemerintahan Hindia Belanda menetapkan sebuah panitia pemugaran dan perawatan candi Borobudur.
1907 - Theodoor van Erp memimpin pemugaran hingga tahun 1911.
1926 - Borobudur dipugar kembali, tapi terhenti pada tahun 1940 akibat krisis malaise dan Perang Dunia II.
1956 - pemerintah Indonesia meminta bantuan UNESCO. Prof. Dr. C. Coremans datang ke Indonesia dari Belgia untuk meneliti sebab-sebab kerusakan Borobudur.
1963 - pemerintah Indonesia mengeluarkan surat keputusan untuk memugar Borobudur, tapi berantakan setelah terjadi peristiwa G-30-S.

1971 - pemerintah Indonesia membentuk badan pemugaran Borobudur yang diketuai Prof.Ir.Roosseno.
1972 - International Consultative Committee dibentuk dengan melibatkan berbagai negara dan Roosseno sebagai ketuanya. Komite yang disponsori UNESCO menyediakan 5 juta dolar Amerika Serikat dari biaya pemugaran 7.750 juta dolar Amerika Serikat. Sisanya ditanggung Indonesia.
10 Agustus 1973 - Presiden Soeharto meresmikan dimulainya pemugaran Borobudur; pemugaran selesai pada tahun 1984
21 Januari 1985 - terjadi serangan bom yang merusakkan beberapa stupa pada candi Borobudur yang kemudian segera diperbaiki kembali.
1991 - Borobudur ditetapkan sebagai Warisan Dunia UNESCO.

Sumber:
Kompas.com
Majalah Intisari
Wikipedia.org
dll


Relief Borobudur

 

Back to home

Google

*