LATAR BELAKANG SEJARAH
Pada bulan Juni 1900 in Beijing, para pesilat memaksa orang asing dan mendesak mereka mencari perlindungan di Markas Kedutaan. Sebagai tanggapan, Ratu suri Cixi yang awalnya ragu-ragu, didesak oleh kaum konservatif Pengadilan Kekaisaran, mendukung para pesilat dan menyatakan perang terhadap kekuatan asing. Diplomat, warga asing dan prajurit, beserta orang Tionghoa Kristen dalam Markas Kedutaan dikepung oleh Tentara Kekaisaran China dan para pesilat selama 55 hari. Pemerintah Tiongkok menjadi bimbang antara menghancurkan orang asing dalam Legation Quarter atau memperluas olive branches.
Perhimpunan Pukulan Kebenaran dan Kelarasan, dikenal oleh orang asing sebagai Boxers, or "I-Ho Magic Boxing", was a secret society founded in the northern coastal province of Shandong consisting largely of people who had lost their livelihoods due to imperialism and natural disasters. Orang asing menjuluki para pejuang yang terlatih khusus dan berpostur atletik sebagai "Boxer" mengacu pada seni beladiri dan senam yang mereka latih. Jiwa petarung yang mereka kembangkan: deru pedang, sujud yang keras, dan melantunkan mantra untuk roh-roh Tao dan Budha. Ketika kepemilikan roh telah tercapai, para petinju diduga akan mendapatkan kekebalan mwelawan pistol dan meriam.. Para pesilat percaya bahwa they could, melalui pelatihan, diet, seni beladiri and prayer perform extraordinary feats, seperti juga dapat terbang. Lebih lanjut, mereka terang-terangan mengklaim bahwa jutaan jiwa prajurit akan turun dari surga dan membantu mereka untuk memurnikan China dari pengaruh asing. The Boxers consisted of local farmers/peasants and other workers made desperate by disastrous floods dan penyebaran ketagihan opium, and laid the blame on Christian missionaries, Chinese Christians, and the Europeans colonizing their country. Missionaries dilindungi di bawah kebijaksanaan extraterritorial. Chinese Christians were alleged also to have filed gugatan palsu. Para pesilat were typical of millennial movements, such as the American Indian Ghost Dance, often rising in societies under extreme stress. Several secret societies in Shandong mendahului para pesilat ini. Pada tahun 1895, the Manchu Yuxian, a magistrate in the province, acquired the help of the Big Swords Society di dalam menumpas para penjahat. Although the Big Swords had heterodox practices, mereka bukanlah kelompok penjahat and were not seen as such by Chinese authorities. Their efficiency in defeating banditry led to a flood of cases overwhelming the magistrates, to which the Big Swords responded by executing the bandits that were apprehended. Grup Pedang Besar tak hentinya mengejar para penjahat, tetapi para penjahat itu bersembunyi di gereja Katolik. Group Pedang Besar menanggapi dengan menyerang gereja Katolik dan membakarnya. As a result, Yuxian executed several Big Sword leaders, but did not punish anyone else. More secret societies started emerging after this. The early years saw a variety of kegiatan pedesaan, not a broad movement or a united purpose. Seperti Perguruan Silat Merah atau Pejuang Bunga Plum, Pejuang dari Shandong lebih memahami nilai-nilai tradisional dan moral, such as filial piety, ketimbang pengaruh barat. Satu pemimpin,yaitu Zhu Hongdeng (Lentera merah Zhu),memulai sebagai tabib penyembuh yang manjur, specialisasi pada penyakit kulit,dan meraih banyak pujian karena menolak pembayaran atas pengobatannya.[9] Zhu mengklaim dirinya adalah keturunan pewaris kekuasaan Wangsa Ming, apalagi nama marganya adalah nama keluarga Kekaisaran Ming. Dia mengumumkan bahwa sasarannya adalah "Fan Qing Fu Ming) (Gulingkan Qing Kembalikan Ming). After the Hundred Days' Reform failed in 1898, the conservative Empress Dowager Cixi seized power and placed the reformist Guangxu Emperor under house arrest. The European powers were sympathetic to the imprisoned emperor, and opposed Cixi's plan untuk menggantikan Penguasa Guangxu. Empress Dowager Cixi decided to use Boxers to expel foreign influences from China which would also weaken the Boxers. Thus, the Boxer slogan became "support the Qing, destroy the Foreign."Serangan kepada para misionaris dan Tionghoa Kristen mendapat perhatian dari pemerintah Eropa. The Boxers called foreigners "Guizi" (嚙踐�嚙賢�嚙�, literally: ghosts), a deprecatory term, and condemned Chinese Christian converts and Chinese working for foreigners. The Boxers were only lightly armed with rifles and swords, claiming supernatural invulnerability towards blows of cannon, rifle gunshots, and knife attacks.
Penyebab Beberapa faktor berperanan penting bagi orang China yang tidak ditahan diantara rakyat China untuk memimpin to the growth dan menyebarkan pergerakan pesilat. Pertama, a drought followed melalui banjir di Pripinsi Shandong pada tahun 1897-1898 memaksa para petani untuk mengungsi ke kota-kota mencari pangan. Seorang peneliti mengatakan, "Saya yakin bahwa dalam beberapa hari hujan deras mengakhiri kemarau yang berkepanjangan...butuh banyak usaha daripada aturan-aturan yang dilakukan Pemerintah China maupun Pemerintah Koalisi Asing." Pada tahun 1900, kekuatan asing had grabbed land and asserted unequal treaties and extraterritorial rights for their citizens in China, causing resentment and xenophobic reactions among the Chinese.[12][14] France, Japan, Russia, and Germany carved out spheres of influence, so that by 1900 it appeared that China would likely be dismembered, with foreign powers each ruling a part of the country. Pemerintah Inggris dan Amerika Serikat berharap agar China to remain intact, though, while retaining their privileges and treaty ports. Inggris mendominasi perdagangan dengan China, termasuk perdagangan candu kelas tinggi. A major cause of Chinese discontent was the Christian missionaries, baik Protestan maupun Katolik, who came to China in ever increasing numbers. The exemption of missionaries from various laws angered the local Chinese. Pada tahun 1899, the French Minister in Beijing help the missionaries to obtain an edict granting official status to every order in the Roman Catholic hierarchy, enabling local priests to support their people in legal or family disputes and bypass the local officials. Sesudah pemerintah Jerman mengambil alih Shandong, banyak orang China takut kalau para misionaris and quite possibly all Christians were representing imperialist attempts of "mengiris melon," yaitu membagi-bagi dan menduduki China sepotong demi sepotong. Seorang pejabat China mengekspresikan the brief against the foreigners succinctly, "Bawa keluar para misionarismu dan Anda kami sambut kemari." Sebuah kuil Budha China di desa Lilienyuan telah dikonversi menjadi sebuah gereja Katolik oleh para misionaris telah menyulut kemarahan yang sangat memuncak di antara penduduk China. The Chinese Imperial army discharged one third of its soldiers, whereupon most of them joined the Boxers. Mereka tetap menjaga senjatanya, maka para pesilat masih dapat menggunakan senjata tangan selain pedang dan tombak.
Insiden Juye pada 1 Nopember 1897 terjadilah sebuah rantai insiden. sekumpulan dari 20 - 30 pria bersenjata menyerbu kediaman seorang misionaris Jerman , George Stenz, dan membunuh dua orang pendeta yang saat itu sedang bertamu sementara mencari orang bernama Stenz, yang sedang istirahat di ruang pegawai. Penduduk kristen kemudian datang mengusir para penyerang. Baron Jerman, yaitu Clemens von Ketteler secara kejam menyerang seorang warganegara China tanpa sebab yang jelas, dan juga memukul seorang anak lelaki. In response, the Boxers and thousands of Chinese Muslim Kansu warriors di bawah pimpinan Jenderal Dong Fuxiang of the Imperial Army went on a kemarahan anarkhis melawan orang asing. Seorang kapten Manchu, En Hai, membunuh von Ketteler ketika terjadi serangan balik. Seorang komandan Gansu kemudian menyayat kulit dada Baron dan memakan jantungnya. A Boxer during the revolt. The growth of the Boxer movement coincided with the Hundred Days Reform (11 June 躰-21 September 1898). Progressive Chinese officials, dengan dukungan dari misionaris Protestant , persuaded Emperor Guangxu to institute reforms, which alienated many conservative officials by their sweeping nature. Such opposition from conservative officials led the Empress Dowager to intervene and reverse the reforms. The failure of the reform movement disillusioned many educated Chinese, thus further weakened the Qing government.
|